Pembelajaran berbasis Proyek di SMPN 3 Saketi

Berdasadarkan profil sekolah yang sudah merujuk kepada kurikulum sekolah penggerak, dengan demikian sekolah berupaya menerapkan pembelajaran paradigma baru yang sesuai dengan karakter profil pelajar pancasila. Pembelajaran paradigma baru yang berfokus pada murid tidaklah mudah, guru harus berupaya mengembangkan dirinya dengan mengikuti berbagai pelatihan, melalui IHT, workshop, forum dialog DKP, dll. Saat ini SMPN 3 Saketi sedang melakukan tiga proyek profil pelajar pancasila yaitu.

Pertama yang sedang berjalan proyek tentang kearipan lokal, yakni hapalan (tahfidz) zuz amma untuk siswa kelas VII. Kegiatan proyek ini melibatkan kolaborasi guru PAI, BTQ, Matematika, dan guru yang bersedia membimbing siswa. Siswa di bagi kelompok masing masing kelompok 10 orang dan di bimbing satu orang guru. Kegiatan hafalan ini dilaksanakan setelah kegiatan belajar mengajar. Dalam pelaksanaannya ternyata masih ditemukan siswa yang belum bisa baca Al-Qur’an, guru pembimbing tentu saja lebih mengutamakan bacaannya dulu, sementara yang sudah lancar baca dilanjutkan dengan hapalannya.

Kedua, kegiatan proyek demokrasi, dalam hal ini mengambil tema pemilihan osis di sekolah, sebagai perwujudan pemahaman demokrasi yang bersih, jujur dan adil. Kegiatan ini melibatkan pengurus osis, guru mata pelajaran PKn, bahasa indonesia, IPS, dll. Kegiatan pemilihan osis juga berlangsung setelah kegiatan belajar mengajar. Praktik baik dari kegiatan ini adalah pemahaman siswa terhadap proses demokrasi yang jurdil, sehingga tertanam pada siswa karakter kejujuran dan keadilan dalam mengambil suatu kebijakan.

Ketiga, kegiatan proyek kewirausahaan, dalam hal ini kami mengambil tema kewirausahaan dalam bentuk kerajinan dari bahan lidi sawit, sesuai dengan karakteristik sekolah yang berada di daerah yang dikelilingi kebun sawit.  Kegiatan ini juga berkolaborasi dengan guru dari berbagai mata pelajaran, seperti Prakarya, IPA, IPS, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dll. Dengan kegiatan ini diharapkan peserta didik mampu mengembangkan jiwa kewirausahaan, dengan memanfaatkan bahan yang tersedia di sekitar lingkungan sekolah.

Sebagai tambahan di sekolah penggerak juga di kembangkan progran roots anti perundungan, siswa sebagai agent perubahan anti perundungan, dengan demikian diharapkan tidak ada lagi kejadian bullying di sekolah maupun di luar sekolah. Dengan kegiatan agent perubahan anti perundungan yang dipilih oleh sesame siswa sendiri sebanyak 30 orang, peserta didik memiliki karakter sesuai dengan profil pelajar Pancasila.

Pelaksanaan program sekolah penggerak dari paparan diatas terkesan begitu berat dan memerlukan energi tambahan, sehingga banyak juga dari rekan kepala sekolah yang enggan mengikuti seleksi program sekolah penggerak, atau mungkin juga karena harus berfokus selama tiga tahun mengawal dan memastikan keterlaksanaan program sekolah penggerak sehingga tidak boleh di rotasi. Disamping dukungan forum pemangku kepentingan daerah hingga kini belum terasa secara signifikan dan menyentuh kebutuhan program sekolah penggerak.

Tulisan ini bertujuan sebagai sarana informasi dan memberikan motivasi kepada semua fihak bahwa program sekolah penggerak, tidak seberat yang dibayangkan bahkan memberikan manfaat untuk terwujudnya iklim belajar yang kondusif dengan pembelajaran paradigma baru yang berfokus kepada murid, dengan berbagai kegiatan di dalamnya. Harapan kami tentu saja SMPN 3 Saketi akan lebih baik di masa yang akan datang.